Ah, dua porter kami yang masih muda-muda itu sedemikian bersahabat. Kami satu tim segendang sepenarian. Mereka bukan hanya tukang angkut, tapi juga penunjuk jalan, membantu masak, dan lebih dari itu teman ngakak di alam bebas.
Penduduk Desa Sembalun Lawang, Kec. Sembalun, Kab. Lombok Timur, sebagian memang bekerja jadi porter. Melayani pendaki. Lha mau kerja opo maneh bos di desa kecil di kaki Gunung Rinjani itu, kecuali ternak dan bertani. Karenanya para mudanya, jika tidak keluar dari desa, ya menjadi porter. Semua porter ini dijadwal dengan rapi sehingga semua mendapat giliran.
Jika pendakian ke Gunung Rinjani ditutup lantaran Barujari "batuk-batuk ngiklik" so pasti penghasilan mereka berkurang. Mereka pernah protes ke media yang membesar-besarkan berita letusan Barujari sehingga banyak pendaki dan turis yang membatalkan ke Rinjani. Maunya... hussss... jangan dibesar-besarkan lah, boleh diberitakan tapi tipis-tipis sajalah he... he... Masak Bali bisa dijaga Lombok kok dilos... kira-kira begitulah logikanya he he...
Lucunya, porter kami, yang meski sudah berpuluh kali mengantar tamu ke Pelawangan Sembalun, ternyata satu kalipun tidak pernah naik sampai puncak. "Yang ke puncak itu guide," katanya. Tugas mereka memang hanya sampai di Pelawangan Sembalun: menjaga tenda, menjaga perbekalan, dan menghidangkan makanan-minuman hangat ketika tamunya turun dari puncak.
Dan yang tetap saya kenang, ketika saya dan Lukman tersesat setelah turun dari puncak Rinjani, dalam waktu yang tepat salah seorang dari mereka berteriak-teriak mencari kami. Subhanallah. Dan, sesampai di tenda, sudah terhidang sereal hangat. Matur suwun... matur suwun.... alias tengkyu tengkyu...
Ah, rindu bersama mereka lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar