SKETSA JAWA TIMURAN

Manten Kucing


Kalau ada karepnya Sangit akan duduk di dekat Pak Raden sambil memijit-mijit kakinya. Tersenyum-senyum. Mulet-mulet. Pak Raden yang sudah hafal dengan laku Sangit akan segera bertanya, “Ada apa?”

Sangit tersenyum-senyum, “Ngapunten, mau ijin dua hari.”  

“Lho, ke mana?”

“Pulang kampung. Ada hajat.”

Pak Raden yang sedang membaca koran memelorotkan korannya. “Siapa yang punya gawe?” tanya Pak Raden.

“Desa Pak. Manten… manten kucing,” jawab Sangit ringan.

Pahamlah Pak Raden dengan apa yang dimaksud pembantu setianya ini. Manten kucing adalah ritual di sejumlah daerah di Jawa Timur (mungkin di luar Jawa Timur juga ya?) untuk memohon hujan. Jika hujan tidak kunjung turun, maka dikawinkanlah kucing betina dan jantan, dimandikan di sendang, dikirab dan didoakan. Ritual ini sudah berlangsung puluhan tahun.

“Lho, sudah sedemikian gawatkah kok sampai diputuskan manten kucing?” tanya Pak Raden.

“Saya dengar ngoten Pak. Sawah puso, orang-orang sulit ngarit untuk ternak, belik kering, sumur tuknya garing, sungai hanya batu. Ngoten kabar dari adik. Pokoknya susah air,” kata Sangit.

Pandangan mata Pak Raden menerawang. Hmmm… setiap masyarakat mempunyai cara untuk memohon kepada Sang Pencipta. Termasuk memohon hujan. Sah-sah saja dan tidak usah titentang. Toh tidak anarkis dan tidak merusak NKRI.

Lantas Pak Raden teringat dulu bapaknya yang petani tulen. Jika kemarau “jatuh cintanya ke bumi berlama-lama” bapaknya tidak pernah mengeluh, terlebih menyalahkan alam. Bapaknya, sebagaimana petani lainnya, sudah tahu tek-tek’ane musim. Ketika kemarau datang, maka digantilah dengan kacang atau kedelai, atau tanaman lain yang tidak rakus air.

Meski memasrahkan sepenuhnya pada kehendak Allah, tapi bapaknya juga memohon agar kemarau segera diganti hujan bila memang waktunya hujan. Tidak hanya pas musim kemarau saja, musim hujan pun ketika air melimpah bapaknya tiada henti salat tajahud. Pagi di sawah tidak langsung kerja, namun salat duha dulu di gubuk dan berdoa agar hasil panen bagus. Begitu seterusnya.

“Kamu ikut manten kucing sekadar grudak-gruduk… selfie-selfian… atau memang ikut khusyuk dalam ritual tersebut memohon hujan? Kalau mung grudak-gruduk, gaya-gayaan saat kirab, atau supaya ditonton turis, mending nyapu-nyapu di halaman sini saja. Kalau memang memohon hujan melalui ritual manten kucing, ya dilakukan dengan tulus dan total,” kata Pak Raden.

“Lho, nggih total toh Pak,” seru Sangit sambil mengencangkan pijitannya.

Pak Raden pun paham dengan maksud mengencangkan pijitan tersebut.

“Sudah sana, minta sangu ibumu. Dua hari ya ijinnya.”

Sangit tersenyum-senyum sambil beringsut pergi meninggalkan Pak Raden. “Siap Bos!!!” (Leres)





 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar