“Saya petani jadi tahu keluh kesah petani,
karena itu saya menciptakan alat ini. Saya ingin mengurangi
pikiran petani
yang terpecah saat menyemprot tanaman. Akhirnya saya menemukan cara dengan menambahkan suatu alat, yaitu dinamo elektrik yang saya rangkai dengan baterai sepeda motor,” kata Susanto ketika ditemui Media
Info rumahnya, Desa
Gandu, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.
Tahun
2014, berkat inovasinya yang cukup bermanfaat bagi petani, Susanto menerima
penghargaan dari Gubernur Jawa Timur, Dr H Soekarwo, dalam Lomba Inovasi
Teknologi (Inotek) tingkat Provinsi Jawa Timur bidang Agrobis, yang diprakarsai
Balitbang Provinsi Jawa Timur.
Handsprayer yang diproduksi Susanto
memakai dua versi tabung, yaitu tabung jerigen plastik dan tabung umumnya yang terbuat
dari stainless. Untuk jerigen murni buatan Susanto, sedangkan yang stainless
merupakan hasil modifikasi Susanto. Sejauh ini, dari 1.400 petani pembeli alat
ini, hampir 80%-nya memakai yang modifikasi.
Mengapa memilih modifikasi? Umumnya
petani sudah mempunyai tabung stainless dan juga selang, dibuang sayang, karena
itu tinggal modifikasi. Demikian pula dengan harga, kalau yang jerigen harganya
Rp 480.000/unit dan yang modif Rp 380/unit. Hanya saja yang modif beratnya 4,5 kg,
sedangkan yang jerigen 3 kg.
“Kalau yang modif, banyak petani yang punya
selang dan tabung. Tapi ada juga yang minta baru semua. Khusus untuk modif
harus dilakukan di bengkel kami. Tetapi untuk jarak jauh, yang secara online,
akan kami beri buku petunjuk. Jerigen lakunya paling banyak melalui facebook,”
kata alumni SMA Muhammadiyah Nganjuk ini.
Bahan
handsprayer Susanto terdiri dari jerigen 20 liter atau tabung stainless, batray/accu
5A, dinamo, kenop tangki, kenop selang, saklar ON/OF, jek DC stik, nosel/spuyer, kran, selang, klem, kabel, bok,
tali gendong dan charge batray 4A.
Tinggal
menekan saklar, petani sudah bisa menyemprot. Tabung ini bisa ditaruh di
punggung atau didorong karena diberi roda. Supaya nyaman maka diberi
sabuk. “Charger
isi ulang memiliki indikator pengisian penuh tidaknya baterai, sehingga kita
akan tahu secara pasti kondisi kemampuan penyemprotan ketika akan dipakai,”
katanya.
Keuntungan
antara memakai alat ini dan manual, Susanto memberi perbandingan, “Saya punya
rekan yang jualan mangga. Sebelum nebas, supaya buahnya seragam, maka harus
disemprot. Dia harus nyemprot di ketinggian mangga dengan jumlah ratusan pohon.
Yang kerja orang dua. Yang satu mompa yang satu megang stik, selangnya panjang.
Satu orang ongkosnya Rp 50.000 per hari. Kalau beli yang modif, misalnya Rp
400.000, berarti modif ini dipakai 8 hari karena pengganti tenaga kerja 1
orang. Kalau setelah 8 hari rusak, berarti fifty-fifty. Katakanlah alat ini setelah dua bulan dipakai
dan tidak ada kendala, itu bonus,” katanya.
Susanto
tidak memungkiri adanya kerusakan. “Jangankan yang saya modif, mereka yang beli
dari pabrikan satu minggu sudah dibawa ke sini,” katanya sambil tersenyum.
Menurutnya, antara 6 atau 8 bulan pasti ada keluhan, namun umumnya petani bisa
memperbaiki sendiri. Beda kalau yang rusak dinamo, tidak bisa diperbaki karena
suku cadangnya tidak ada. Dinamo bisa menjadi lebih awet kalau selalu memakai
air bersih karena Susanto memakai dynamo membrant.
“Alat
ini bisa lebih awet jika menggunakan organik dibanding pestisida. Lebih awet lagi kalau ada pengaturannya.
Misalnya aplkasi mikroba tidak boleh ngabut, atau seperti gembor
Kelemahan
pestisida tepung berpotensi menyumbat. Kedua amoniak,” katanya.(res)
Dimuat di majalah Gema Desa, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar